GONE
Title : GONE
Author : Annida Fitriani
Cast : Park Aeri (♀), Kim Min Seok
(♂)
Length : Oneshoot
Disclaimer :
Cerita ini terinspirasi tadi MV Jin Lovelyz – Gone, saya meminta maaf jika EYD-nya terdapat kesalahan
***
Bisakah
kau tetap disini? Mengulang semua memori kita yang tersisa?
***@Nda_Annida
Present***
Kesepian, ada
yang menemani, tapi terasa sendiri. Semuanya seakan pergi, keramaian dunia seakan membencinya, dan
meninggalkannya. Menjadi seperti ini tidak pernah diinginkan semua orang, tak
ada seorangpun yang mengharapkan ini terjadi. Menjadi orang yang selalu merasa
sendiri, bukan dibenci, bukan pula dijauhi. Penglihatan yang menjadi temboknya
untuk melihat dunia dan melihat keramaian. Tembok besar itu seakan memintanya
untuk pergi, tak boleh melihat betapa besarnya dunia, juga indahnya mencintai.
Aeri merasakan
itu, merasakan betapa kejamnya tembok besar itu, ia juga tak tahu sampai kapan
ia bisa bertahan dengan kesunyian ini. Menjalani hari-hari kosong tanpa warna,
tapi sedikit demi sedikit ia bisa menjalani apa yang ia ingin lakukan.
Hari-hari
berjalan seperti biasa, dua kali dalam seminggu Aeri pergi ke tempat les piano,
tak ada yang lain. Sejak sang ibu pergi, hanya permainan pianonya lah yang ia
ingat, dan itu cukup menjadi alasan kenapa Aeri ingin bisa bermain piano.
Sulit memang
bermain piano untuk seorang yang mempunyai keterbatasan dalam penglihatan, tapi
seberat apapun itu, Aeri lakukan, hanya itu yang ia bisa, hidupnya bukan
apa-apa lagi, cukup dijalani sampai semuanya berakhir.
Pintu mobil
selalu terbuka ketika ia mulai melangkah turun dari mobil menuju tempat les,
memasuki gerbangnya dengan pandangan datar, semuanya memang terasa gelap bagi
Aeri, jadi untuk apa ia berekspresi ataupun mencoba memandang sekitarnya,
bahkan ia sendiri tidak tahu bahwa penjaga gerbang tersenyum kepadanya, tapi
itu semua selalu termaklumi, karena sang penjaga gerbang tahu tentang
penglihatan Aeri.
Aeri tak
pernah menggunakan tongkat untuk membantunya mencari arah, karena ia sudah
hafal betul jalan menuju ruang lesnya, meraih knop pintu dan duduk didepan
piano, kemudian memainkannya, selalu seperti itu.
***A***
Bosan, sedari
tadi hanya dimarahi dan terkadang mendengar suara tabrakan antara rotan dan
kayu yang menjadi pelengkap alat musik bernama piano itu, kemudian menghela
nafas dan memutar matanya berkali-kali. Sudah cukup lama, tapi hanya itu yang
lelaki ini lakukan, ia bosan mempelajari piano, ya walaupun semua orang sudah
tahu bahwa ia ahli dalam bermain piano, tapi terkadang itu juga bisa membuatnya
jenuh.
Kim Min Seok,
lelaki berperawakan tinggi ini berkali-kali dimarahi oleh guru karena tak mau
benar dalam belajar, mungkin sampai matanya menangkap sosok cantik dengan
pandangan kosong sedang berjalan melewati jendela kaca yang menjadi batas ruang
lesnya dangan kebun disana, mata Min Seok mengikuti arah gadis itu pergi,
menurutnya gadis itu lebih menarik dibandingkan dengan belajar piano, dan
mungkin ketertarikannya hanya hanya sebatas penglihatan ketika ia kembali
dikagetkan dengan bunyi rotan itu lagi, menyebalkan.
Tak ada yang
tahu ternyata ketertarikan Min Seok kepada gadis itu masih berlangsung, ketika
gadis itu memasuki ruangan lain yang dapat Min Seok lihat dari jendela yang
menghubungkan kedua ruangan itu, keburuntungan yang baik. Dan setiap ada celah Min
Seok selalu melirik ke arah gadis yang ia ketahui pendiam itu, karena memang
selama Min Seok memperhatikannya pandangan gadis itu selalu kosong, seperti
kesepian.
***N***
Waktu sudah
menunjukan pukul 8 malam, sudah waktunya para pengajar maupun pelajar piano
untuk pulang, begitu juga dengan Min Seok, ia bangkit dari duduknya dan meraih
tasnya. Ah ya, dia hampir lupa untuk meminum obatnya, ditengah perjalanannya di
koridor ia membuka botol kecil berisi obat yang biasa ia minum tanpa air, kembali
matanya berhenti ketika gadis yang ia temui beberapa jam lalu berjalan
melewatinya, mata Min Seok lagi-lagi mengikuti arah gadis itu yang bertolak
belakang dengan arahnya. Dahi Min Seok membentuk kerutan, apa gadis itu selalu
berjalan lurus dengan pandangan kosong tanpa mengeluarkan ekspresi?
Kebingungan Min
Seok sedikit berkurang ketika tepat didepan pintu keluar terdapat bodyguardnya
“Kau kenal
dia?” Min Seok bertanya sambil menunjuk bayangan yang kita ketahui bernama Aeri
itu.
“Tidak, tuan
muda sudahlah..ayo pulang” Bodyguard itu sedikik mendorong Min Seok supaya
cepat melangkah pergi meninggalkan tempat ini.
“ah…baiklah,
baiklah” Min Seok mendelik kesal, mungkin itu berlanjut sampai ia menginjakkan
kaki dirumahnya.
***I***
Keesokan
harinya, suara mobil kembali terdengar didepan gerbang, sama seperti sebelumnya
keluarlah seorang Kim Min Seok dengan senyumannya, kemudian sedikit membenarkan
tas yang tergantung disebelah bahu kanannya, dan melangkahkan kembali kakinya
di paving blok menuju ruang les piano.
Tepat ketika Min
Seok menduduki diri ditempat duduk dekat Piano, matanya menangkap kedua orang
di ruangan lain, gadis yang menarik hatinya dan guru yang biasa mengajarinya
bermain piano, sepertinya gadis itu sedang belajar bermain piano, tapi terlihat
guru itu sedikit menyentak rotannya karena gadis itu selalu salah menekan not
lagu, lalu pergi keluar. Saking kerasnya guru itu menghentakkan rotannya sampai
menyebabkan setoples permen jatuh dari atas piano itu. Dan itu membuat Aeri
harus memungutinya dengan kesulitan.
Min Seok yang
sedari tadi memperhatikan Aeri, sangat tersentuh, lalu ia bertanya kepada
Penjaga gerbang yang beberapa detik lalu datang keruangan itu untuk mengambil
sesuatu.
“Pak, apakah
gadis itu tidak bisa melihat?” Min Seok bertanya sambil mengibas-ngibaskan
tangannya didepan mukanya lalu menunjuk Aeri yang sudah duduk kembali didepan
piano.
“suttt…dia
memang tidak bisa melihat” Penjaga gerbang itu menaruh jarinya didepan bibirnya
menandakan bahwa Min Seok tidak boleh berisik jika sedang membicarakan itu.
Min Seok hanya
mengangguk mengerti.
Kemudian ia
bangkit dari duduknya berjalan menuju Aeri yang sedang kebingungan mencari nada
lagu yang ia butuhkan. Tapi sebelum itu Min Seok harus memastika bahwa tidak
ada seorangpun disana selain Aeri, Min Seok duduk disebelah Aeri kemudian
tangannya menekan setiap not dengan nada-nada yang bersenandung, dan itu cukup
membuat Aeri tersenyum, walau ia tidak tahu siapa gerangan yang membantunya
memainkan piano.
“Hai, aku Kim
Min Seok. Panggil aku Min Seok” Min Seok mengenalkan diri kepada Aeri
“Aku Park Aeri,
panggil aku Aeri” Aeri tersenyum manis kepada Min Seok, mereka berdua kembali
disibukan dengan piano didepannya, sampai Min Seok mendengar ada suara knop
pintu yang dipegang, ia segera bersembunyi di belakang piano tersebut. Dengan
perasaan was-was Min Seok bersembunyi disana sampai seorang yang masuk tadi
kembali keluar.
Ternyata yang
masuk adalah Guru yang tadi mengajari Aeri bermain piano, terlihat ia
kebingungan, karena diluar tadi ia mendengar suara piano yang cukup indah bila
didengarkan. Tapi mana mungkin Aeri melakukan itu? Ia pun kembali keluar dengan
perasaan tanda tanya.
Mungkin Aeri
menganggap Min Seok masih duduk disebelahnya tapi ternyata kepala Min Seok
kembali muncul dibalik piano, dan kembali mendudukan diri disebelah Aeri.
Tapi sayang,
kenapa diwaktu-waktu seperti ini sakit itu menyerang? Min Seok dengan kesulitan
meraih botol obat kecil disakunya, dengan tangan kanan yang masih menempel di
dada sebelah kirinya sejak rasa sakit itu menyerang. Syukurlah, ia tidak
terlambat. Sakitnya sedikit berkurang. Tapi suara botol obat itu mengundang
pertanyaan yang keluar dari mulut Aeri.
“Apa kau
memakan permen ditoples sana?” Aeri bertanya dengan pandangan kosong, tanpa
menoleh. Ia tak pernah tahu bahwa yang Min Seok makan adalah obat-obatan.
“ya aku
memakannya, apa kau mau?” Kita tahu bahwa Min Seok berbohong, tetapi semua itu
ada alasannya.
Tangan Min
Seok meraih sebutir permen dari toples dan mengarahkannya ke mulut Aeri “Buka
mulutmu! aaa” Aeri membuka mulutnya kemudian tersenyum, tanpa tahu Min Seok
selalu memeperhatikannya, sangat cantik.
***D***
Waktu terus
mengalir melewati setiap kenangan, mendekatkan dan menjauhkan kehidupan seorang
sesukanya. Segala peristiwa telah mengalun indah bersama pelangi, Aeri
menemukan warnanya, kini semua tak lagi kelam. Ada secercah warna yang masih
mau mengasihinya, Kim Min Seok. Sejak pertemuan waktu lalu, semuanya terasa berbeda
menjadi lebih indah.
Sekarang ini
kedekatan mereka bukan lagi seperti awal pertemuan, dan kali ini Min Seok
mengajak Aeri untuk berjalan-jalan sebentar di taman belakang tempat les piano,
dan untuk melakukan itu butuh kesulitan tersendiri untuk Min Seok, karena
mereka bolos belajar bermain piano.
Mata Min Seok
melirik semua sudut di taman ini dengan cara mengintip dibalik tembok bangunan,
ketika ia rasa aman, ia mengepakan tangannya menyuruh Aeri yang berada
dibelakangnya mengikuti Min Seok. Ketika merasa tak ada jawaban Min Seok
menoleh ke belakang, ternyata ia melupakan satu fakta bahwa Aeri tidak bisa
melihat bahasa tubuhnya, dengan segera Min Seok meraih telapak tangan Aeri
untuk digenggamnya dan sedikit menariknya menuju tempat duduk yang tersedia.
“Hufftt untung
tidak ada yang lihat” Min Seok sedikit menghela nafas ketika semua rencananya
berjalan mulus.
“Ya, kita
beruntung” Aeri tersenyum manis tak menghadap Min Seok.
“Min Seok,
bisakah aku menyentuh wajahmu? Aku ingin tahu seberapa tampannya dirimu” Aeri
terkekeh diakhir kalimatnya, mencoba menyembunyikan sesuatu yang tak dimengerti
Min Seok.
“Silahkan” Min
Seok mengangguk walau iya tahu Aeri tak akan melihat itu, dan saat sentuhan
hangat itu terasa, Min Seok memejamkan matanya. Meresapi setiap getaran yang
tercipta dari ujung tangan Aeri.
Tak memungkiri
getaran itu merambat menuju hatinya, tepat didada sebelah kiri, ada perasaan
aneh berkecamuk disana, ia menyadari ini bukan seperti biasanya, ini cinta.
Siluet
wajahnya sudah tergambar jelas dibenak Aeri, seorang yang tampan dan
menyenangkan, setiap lekukan ciptaan tuhan itu sangat indah. Membuatnya
bergetar menandakan ada reaksi aneh saat ia menyapanya, ini reaksi cinta.
Tangan Min
Seok meraih jemari Aeri diwajahnya, menuntunnya untuk merasakan detak jantung
yang tiba-tiba bekerja lebih cepat ini untuk dirasakan oleh Aeri. Mencoba
memberitahu Aeri bahwa ia kebingungan dengan semua ini. Menyadari Aeri
tersenyum, Min Seok pun ikut tersenyum, merasa bahagia bisa membuat Aeri
nyaman.
Tapi,
penggangu itu datang lagi, mengganti senyum tampan Min Seok dengan wajah
kesakitan, jatungnya sakit lagi. Masih dengan memegang tangan Aeri didadanya,
ia meraih botol obat itu dengan tangan kirinya. Tapi ternyata Aeri bisa
merasakan perubahan itu, ia merasa detakan yang terasa di telapak tangannya
sedikit berbeda, senyum Aeri luntur seketika, ia kebingungan.
Keberuntungan
ternyata masih ingin mengunjungi Min Seok, ia berhasil memakan beberapa butir
obatnya itu, dengan nafas terengah-engah Min Seok kembali menatap Aeri dengan
tangannya yang sudah kembali ketempat semula.
“Kau kenapa?
Apa kau baik-baik saja?” tapi sebelum pertanyaan itu meluncur dari mulut Aeri,
sudah terdengar teriakan Min Seok yang minta dilepaskan.
“Lepaskan aku,
kumohon!”
“tuan muda,
ayah tuan muda meminta kami membawa Tuan muda secepatnya kerumah”
Terdengar
suara tegas yang keluar dari Bodygruad yang disewa oleh ayah Min Seok untuk
menjaga anaknya itu, tapi sungguh menurut Min Seok ini berlebihan, ia tidak
bisa bebas menikmati hidupnya.
“Heii..kubilang
lepaskan”
Min Seok
meronta dalam jeratan tangan para Bodygruardnya itu. Keinginannya untuk lepas
sangat besar saat melihat Aeri yang beberapa meter didepannya mencoba mencari Min
Seok dengan mengulurkan tangannya kedepan, kemudian terjatuh saat kakinya
sedikit terpeleset, dan tanpa sadar, tangan Aeri menyentuh botol obat Min Seok
yang ternyata tadi terjatuh. Sayangnya, Min Seok telah pergi bersama para
Bodygruardnya meninggalkan Aeri sendirian.
Tanpa mereka
sadari, sedari tadi semua itu disaksikan oleh sang guru piano dari jendela kaca
diatas bangunan sana.
***A***
Sejak pukul 3 sore
tadi Aeri diam membisu, diruangan ini, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan
seorang yang mampu mewarnai hidupnya, ia tahu Min Seok pasti datang. Min Seok
tak akan meninggalkannya begitu saja.
Dengan botol
obat yang ia genggam, sekarang ia tahu bahwa Min Seok menyembunyikan
Penyakitnya, ternyata ia mengidap lemah jantung, dan itu membuat Aeri sedih, Min
Seok memanfaatkan penglihatan Aeri untuk tidak memberitahu segalanya. Tapi,
Aeri menerima itu. Dan sekarang yang Aeri butuhkan hanya kehadiran Min Seok,
tak peduli dengan apa yang menyulitkan jalan mereka, Aeri sadar ia mencintai Min
Seok.
Dan sampai
jarum jam menempatkan diri di angka 8 malam, Min Seok tak kunjung datang.
Segala posisi yang nyaman telah Aeri coba untuk menunggu Min Seok, tapi ternyata
itu tak sia-sia, tepat pukul 9 malam, terdengar suara pintu terbuka dilanjutkan
dengan suara seorang berjalan, refleks Aeri tersenyum, ia yakin itu Min Seok.
Apa yang Aeri
kira memang benar, Min Seok datang tanpa sepatah katapun, berjalan menuju alat
musik bernama piano itu lalu jari-jarinya menekan setiap nada lagu yang pertama
kali Min Seok berikan kepada Aeri. Mencoba mengungkapkan apa yang ingin ia
ungkapkan, walau terasa sulit.
Aeri
tersenyum, matanya berkaca-kaca, siap meluncurkan sesuatu yang selama ini ia
tahan, alunan itu membuat Aeri terhanyut kedalam dunia yang menenangkan, ia
merasa kembali hidup, Tapi semua itu tak berlangsung lama.
TRANGG…
Bunyi nyaring
terdengar mengilukan, alunan nada itu hilang, tergantikan dengan sesuatu yang
tak diinginkan, Min Seok? Apa maksudmu? Kenapa dengan nadanya? Mata Aeri
membelak membuat pertahanannya terlepas, air matanya tak dapat lagi ditampung.
Ia kebingungan.
Apa yang Aeri
kira berbeda dengan apa yang terjadi, Aeri kira Min Seok salah menekan not,
tapi pada kenyataannya Min Seok jatuh, hidupnya sudah berakhir, nada-nada
terakhirnya telah Min Seok berikan untuk Aeri, waktu Min Seok telah berakhir
diambil oleh pernyakitnya, ia meninggalkan pertanyaan yang akan muncul dibenak
Aeri suatu saat nanti ketika Aeri menyadarinya.
Semua itu
kembali disaksikan oleh seorang guru piano, perjalanan cinta mereka selama ini
selalu terlihat dimatanya, ia tahu perjalanan mereka sangat sulit, jadi ia
membantunya, meneruskan nada-nada yang belum Min Seok tuntaskan. Tapi sebelum
itu Min Seok dibawa oleh penjaga gerbang yang dipanggil oleh guru tersebut
untuk mengantarkan Min Seok pulang.
Senyum Aeri
kembali merekah, ketika nada itu kembali mengalun, ia memejamkan matanya kembali
menikmati setiap nada itu, hatinya sedikit tergoyah saat menyadari nada itu
berbeda, tak sama seperti saat ia mendengarkannya untuk pertama kali, tapi ia
tetap menikmati semua itu dalam senyuman indahnya.
-END-
Tinggalah
didalam memori saat itu,
Memori yang tersisa diujung tanganmu yang hangat.
Kita
terjebak saat mencobanya,
Aku bersamamu dalam perjalanan itu,
Kau selalu
mencoba tersenyum dan berkata.
Walau kau tak tergapai pandanganku, Aku tahu itu sulit.
Waktu
berjalan di sepanjang jalannya,
membuatnya
mengalir, walau banyak bebatuan.
Mengukir setiap kenangan yang terasa menusuk bila kembali diputar.
Aku rindu
saat kita saling menatap, walau tak pernah.
Aku rindu saat kedua telapak tangan itu saling menjaga.
Aku juga rindu saat nada-nada yang kita ciptakan selalu mengalun.
Bisakah
kau tetap disini? Mengulang semua memori kita yang tersisa?
-GONE-
Annida
Fitriani
0 komentar:
Posting Komentar