Pages

Banner 468 x 60px

Senin, 07 September 2015

FF | GONE | ONESHOOT | ANNIDA

0 komentar


GONE

 

Title                 : GONE
Author             : Annida Fitriani
Cast                 : Park Aeri (♀), Kim Min Seok (♂)
Length             : Oneshoot
Disclaimer       : Cerita ini terinspirasi tadi MV Jin Lovelyz – Gone, saya meminta maaf  jika EYD-nya terdapat  kesalahan

                                                                         ***

Bisakah kau tetap disini? Mengulang semua memori kita yang tersisa?
***@Nda_Annida Present***


Kesepian, ada yang menemani, tapi terasa sendiri. Semuanya seakan pergi,  keramaian dunia seakan membencinya, dan meninggalkannya. Menjadi seperti ini tidak pernah diinginkan semua orang, tak ada seorangpun yang mengharapkan ini terjadi. Menjadi orang yang selalu merasa sendiri, bukan dibenci, bukan pula dijauhi. Penglihatan yang menjadi temboknya untuk melihat dunia dan melihat keramaian. Tembok besar itu seakan memintanya untuk pergi, tak boleh melihat betapa besarnya dunia, juga indahnya mencintai.

Aeri merasakan itu, merasakan betapa kejamnya tembok besar itu, ia juga tak tahu sampai kapan ia bisa bertahan dengan kesunyian ini. Menjalani hari-hari kosong tanpa warna, tapi sedikit demi sedikit ia bisa menjalani apa yang ia ingin lakukan.

Hari-hari berjalan seperti biasa, dua kali dalam seminggu Aeri pergi ke tempat les piano, tak ada yang lain. Sejak sang ibu pergi, hanya permainan pianonya lah yang ia ingat, dan itu cukup menjadi alasan kenapa Aeri ingin bisa bermain piano. 

Sulit memang bermain piano untuk seorang yang mempunyai keterbatasan dalam penglihatan, tapi seberat apapun itu, Aeri lakukan, hanya itu yang ia bisa, hidupnya bukan apa-apa lagi, cukup dijalani sampai semuanya berakhir.

Pintu mobil selalu terbuka ketika ia mulai melangkah turun dari mobil menuju tempat les, memasuki gerbangnya dengan pandangan datar, semuanya memang terasa gelap bagi Aeri, jadi untuk apa ia berekspresi ataupun mencoba memandang sekitarnya, bahkan ia sendiri tidak tahu bahwa penjaga gerbang tersenyum kepadanya, tapi itu semua selalu termaklumi, karena sang penjaga gerbang tahu tentang penglihatan Aeri.

Aeri tak pernah menggunakan tongkat untuk membantunya mencari arah, karena ia sudah hafal betul jalan menuju ruang lesnya, meraih knop pintu dan duduk didepan piano, kemudian memainkannya, selalu seperti itu.


***A***


Bosan, sedari tadi hanya dimarahi dan terkadang mendengar suara tabrakan antara rotan dan kayu yang menjadi pelengkap alat musik bernama piano itu, kemudian menghela nafas dan memutar matanya berkali-kali. Sudah cukup lama, tapi hanya itu yang lelaki ini lakukan, ia bosan mempelajari piano, ya walaupun semua orang sudah tahu bahwa ia ahli dalam bermain piano, tapi terkadang itu juga bisa membuatnya jenuh.

Kim Min Seok, lelaki berperawakan tinggi ini berkali-kali dimarahi oleh guru karena tak mau benar dalam belajar, mungkin sampai matanya menangkap sosok cantik dengan pandangan kosong sedang berjalan melewati jendela kaca yang menjadi batas ruang lesnya dangan kebun disana, mata Min Seok mengikuti arah gadis itu pergi, menurutnya gadis itu lebih menarik dibandingkan dengan belajar piano, dan mungkin ketertarikannya hanya hanya sebatas penglihatan ketika ia kembali dikagetkan dengan bunyi rotan itu lagi, menyebalkan.

Tak ada yang tahu ternyata ketertarikan Min Seok kepada gadis itu masih berlangsung, ketika gadis itu memasuki ruangan lain yang dapat Min Seok lihat dari jendela yang menghubungkan kedua ruangan itu, keburuntungan yang baik. Dan setiap ada celah Min Seok selalu melirik ke arah gadis yang ia ketahui pendiam itu, karena memang selama Min Seok memperhatikannya pandangan gadis itu selalu kosong, seperti kesepian.


***N***


Waktu sudah menunjukan pukul 8 malam, sudah waktunya para pengajar maupun pelajar piano untuk pulang, begitu juga dengan Min Seok, ia bangkit dari duduknya dan meraih tasnya. Ah ya, dia hampir lupa untuk meminum obatnya, ditengah perjalanannya di koridor ia membuka botol kecil berisi obat yang biasa ia minum tanpa air, kembali matanya berhenti ketika gadis yang ia temui beberapa jam lalu berjalan melewatinya, mata Min Seok lagi-lagi mengikuti arah gadis itu yang bertolak belakang dengan arahnya. Dahi Min Seok membentuk kerutan, apa gadis itu selalu berjalan lurus dengan pandangan kosong tanpa mengeluarkan ekspresi?

Kebingungan Min Seok sedikit berkurang ketika tepat didepan pintu keluar terdapat bodyguardnya

“Kau kenal dia?” Min Seok bertanya sambil menunjuk bayangan yang kita ketahui bernama Aeri itu.

“Tidak, tuan muda sudahlah..ayo pulang” Bodyguard itu sedikik mendorong Min Seok supaya cepat melangkah pergi meninggalkan tempat ini.

“ah…baiklah, baiklah” Min Seok mendelik kesal, mungkin itu berlanjut sampai ia menginjakkan kaki dirumahnya.


***I***


Keesokan harinya, suara mobil kembali terdengar didepan gerbang, sama seperti sebelumnya keluarlah seorang Kim Min Seok dengan senyumannya, kemudian sedikit membenarkan tas yang tergantung disebelah bahu kanannya, dan melangkahkan kembali kakinya di paving blok menuju ruang les piano.

Tepat ketika Min Seok menduduki diri ditempat duduk dekat Piano, matanya menangkap kedua orang di ruangan lain, gadis yang menarik hatinya dan guru yang biasa mengajarinya bermain piano, sepertinya gadis itu sedang belajar bermain piano, tapi terlihat guru itu sedikit menyentak rotannya karena gadis itu selalu salah menekan not lagu, lalu pergi keluar. Saking kerasnya guru itu menghentakkan rotannya sampai menyebabkan setoples permen jatuh dari atas piano itu. Dan itu membuat Aeri harus memungutinya dengan kesulitan.

Min Seok yang sedari tadi memperhatikan Aeri, sangat tersentuh, lalu ia bertanya kepada Penjaga gerbang yang beberapa detik lalu datang keruangan itu untuk mengambil sesuatu.

“Pak, apakah gadis itu tidak bisa melihat?” Min Seok bertanya sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan mukanya lalu menunjuk Aeri yang sudah duduk kembali didepan piano.

“suttt…dia memang tidak bisa melihat” Penjaga gerbang itu menaruh jarinya didepan bibirnya menandakan bahwa Min Seok tidak boleh berisik jika sedang membicarakan itu.

Min Seok hanya mengangguk mengerti.

Kemudian ia bangkit dari duduknya berjalan menuju Aeri yang sedang kebingungan mencari nada lagu yang ia butuhkan. Tapi sebelum itu Min Seok harus memastika bahwa tidak ada seorangpun disana selain Aeri, Min Seok duduk disebelah Aeri kemudian tangannya menekan setiap not dengan nada-nada yang bersenandung, dan itu cukup membuat Aeri tersenyum, walau ia tidak tahu siapa gerangan yang membantunya memainkan piano.

“Hai, aku Kim Min Seok. Panggil aku Min Seok” Min Seok mengenalkan diri kepada Aeri

“Aku Park Aeri, panggil aku Aeri” Aeri tersenyum manis kepada Min Seok, mereka berdua kembali disibukan dengan piano didepannya, sampai Min Seok mendengar ada suara knop pintu yang dipegang, ia segera bersembunyi di belakang piano tersebut. Dengan perasaan was-was Min Seok bersembunyi disana sampai seorang yang masuk tadi kembali keluar.

Ternyata yang masuk adalah Guru yang tadi mengajari Aeri bermain piano, terlihat ia kebingungan, karena diluar tadi ia mendengar suara piano yang cukup indah bila didengarkan. Tapi mana mungkin Aeri melakukan itu? Ia pun kembali keluar dengan perasaan tanda tanya.

Mungkin Aeri menganggap Min Seok masih duduk disebelahnya tapi ternyata kepala Min Seok kembali muncul dibalik piano, dan kembali mendudukan diri disebelah Aeri.

Tapi sayang, kenapa diwaktu-waktu seperti ini sakit itu menyerang? Min Seok dengan kesulitan meraih botol obat kecil disakunya, dengan tangan kanan yang masih menempel di dada sebelah kirinya sejak rasa sakit itu menyerang. Syukurlah, ia tidak terlambat. Sakitnya sedikit berkurang. Tapi suara botol obat itu mengundang pertanyaan yang keluar dari mulut Aeri.

“Apa kau memakan permen ditoples sana?” Aeri bertanya dengan pandangan kosong, tanpa menoleh. Ia tak pernah tahu bahwa yang Min Seok makan adalah obat-obatan.

“ya aku memakannya, apa kau mau?” Kita tahu bahwa Min Seok berbohong, tetapi semua itu ada alasannya.

Tangan Min Seok meraih sebutir permen dari toples dan mengarahkannya ke mulut Aeri “Buka mulutmu! aaa” Aeri membuka mulutnya kemudian tersenyum, tanpa tahu Min Seok selalu memeperhatikannya, sangat cantik.


***D***


Waktu terus mengalir melewati setiap kenangan, mendekatkan dan menjauhkan kehidupan seorang sesukanya. Segala peristiwa telah mengalun indah bersama pelangi, Aeri menemukan warnanya, kini semua tak lagi kelam. Ada secercah warna yang masih mau mengasihinya, Kim Min Seok. Sejak pertemuan waktu lalu, semuanya terasa berbeda menjadi lebih  indah.

Sekarang ini kedekatan mereka bukan lagi seperti awal pertemuan, dan kali ini Min Seok mengajak Aeri untuk berjalan-jalan sebentar di taman belakang tempat les piano, dan untuk melakukan itu butuh kesulitan tersendiri untuk Min Seok, karena mereka bolos belajar bermain piano.

Mata Min Seok melirik semua sudut di taman ini dengan cara mengintip dibalik tembok bangunan, ketika ia rasa aman, ia mengepakan tangannya menyuruh Aeri yang berada dibelakangnya mengikuti Min Seok. Ketika merasa tak ada jawaban Min Seok menoleh ke belakang, ternyata ia melupakan satu fakta bahwa Aeri tidak bisa melihat bahasa tubuhnya, dengan segera Min Seok meraih telapak tangan Aeri untuk digenggamnya dan sedikit menariknya menuju tempat duduk yang tersedia.

“Hufftt untung tidak ada yang lihat” Min Seok sedikit menghela nafas ketika semua rencananya berjalan mulus.

“Ya, kita beruntung” Aeri tersenyum manis tak menghadap Min Seok.

“Min Seok, bisakah aku menyentuh wajahmu? Aku ingin tahu seberapa tampannya dirimu” Aeri terkekeh diakhir kalimatnya, mencoba menyembunyikan sesuatu yang tak dimengerti Min Seok.

“Silahkan” Min Seok mengangguk walau iya tahu Aeri tak akan melihat itu, dan saat sentuhan hangat itu terasa, Min Seok memejamkan matanya. Meresapi setiap getaran yang tercipta dari ujung tangan Aeri.
Tak memungkiri getaran itu merambat menuju hatinya, tepat didada sebelah kiri, ada perasaan aneh berkecamuk disana, ia menyadari ini bukan seperti biasanya, ini cinta.

Siluet wajahnya sudah tergambar jelas dibenak Aeri, seorang yang tampan dan menyenangkan, setiap lekukan ciptaan tuhan itu sangat indah. Membuatnya bergetar menandakan ada reaksi aneh saat ia menyapanya, ini reaksi cinta.

Tangan Min Seok meraih jemari Aeri diwajahnya, menuntunnya untuk merasakan detak jantung yang tiba-tiba bekerja lebih cepat ini untuk dirasakan oleh Aeri. Mencoba memberitahu Aeri bahwa ia kebingungan dengan semua ini. Menyadari Aeri tersenyum, Min Seok pun ikut tersenyum, merasa bahagia bisa membuat Aeri nyaman.

Tapi, penggangu itu datang lagi, mengganti senyum tampan Min Seok dengan wajah kesakitan, jatungnya sakit lagi. Masih dengan memegang tangan Aeri didadanya, ia meraih botol obat itu dengan tangan kirinya. Tapi ternyata Aeri bisa merasakan perubahan itu, ia merasa detakan yang terasa di telapak tangannya sedikit berbeda, senyum Aeri luntur seketika, ia kebingungan.

Keberuntungan ternyata masih ingin mengunjungi Min Seok, ia berhasil memakan beberapa butir obatnya itu, dengan nafas terengah-engah Min Seok kembali menatap Aeri dengan tangannya yang sudah kembali ketempat semula.

“Kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?” tapi sebelum pertanyaan itu meluncur dari mulut Aeri, sudah terdengar teriakan Min Seok yang minta dilepaskan.

“Lepaskan aku, kumohon!”

“tuan muda, ayah tuan muda meminta kami membawa Tuan muda secepatnya kerumah”

Terdengar suara tegas yang keluar dari Bodygruad yang disewa oleh ayah Min Seok untuk menjaga anaknya itu, tapi sungguh menurut Min Seok ini berlebihan, ia tidak bisa bebas menikmati hidupnya.

“Heii..kubilang lepaskan”

Min Seok meronta dalam jeratan tangan para Bodygruardnya itu. Keinginannya untuk lepas sangat besar saat melihat Aeri yang beberapa meter didepannya mencoba mencari Min Seok dengan mengulurkan tangannya kedepan, kemudian terjatuh saat kakinya sedikit terpeleset, dan tanpa sadar, tangan Aeri menyentuh botol obat Min Seok yang ternyata tadi terjatuh. Sayangnya, Min Seok telah pergi bersama para Bodygruardnya meninggalkan Aeri sendirian.

Tanpa mereka sadari, sedari tadi semua itu disaksikan oleh sang guru piano dari jendela kaca diatas bangunan sana.


***A***


Sejak pukul 3 sore tadi Aeri diam membisu, diruangan ini, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan seorang yang mampu mewarnai hidupnya, ia tahu Min Seok pasti datang. Min Seok tak akan meninggalkannya begitu saja.

Dengan botol obat yang ia genggam, sekarang ia tahu bahwa Min Seok menyembunyikan Penyakitnya, ternyata ia mengidap lemah jantung, dan itu membuat Aeri sedih, Min Seok memanfaatkan penglihatan Aeri untuk tidak memberitahu segalanya. Tapi, Aeri menerima itu. Dan sekarang yang Aeri butuhkan hanya kehadiran Min Seok, tak peduli dengan apa yang menyulitkan jalan mereka, Aeri sadar ia mencintai Min Seok.

Dan sampai jarum jam menempatkan diri di angka 8 malam, Min Seok tak kunjung datang. Segala posisi yang nyaman telah Aeri coba untuk menunggu Min Seok, tapi ternyata itu tak sia-sia, tepat pukul 9 malam, terdengar suara pintu terbuka dilanjutkan dengan suara seorang berjalan, refleks Aeri tersenyum, ia yakin itu Min Seok.

Apa yang Aeri kira memang benar, Min Seok datang tanpa sepatah katapun, berjalan menuju alat musik bernama piano itu lalu jari-jarinya menekan setiap nada lagu yang pertama kali Min Seok berikan kepada Aeri. Mencoba mengungkapkan apa yang ingin ia ungkapkan, walau terasa sulit.

Aeri tersenyum, matanya berkaca-kaca, siap meluncurkan sesuatu yang selama ini ia tahan, alunan itu membuat Aeri terhanyut kedalam dunia yang menenangkan, ia merasa kembali hidup, Tapi semua itu tak berlangsung lama.

TRANGG…

Bunyi nyaring terdengar mengilukan, alunan nada itu hilang, tergantikan dengan sesuatu yang tak diinginkan, Min Seok? Apa maksudmu? Kenapa dengan nadanya? Mata Aeri membelak membuat pertahanannya terlepas, air matanya tak dapat lagi ditampung. Ia kebingungan.

Apa yang Aeri kira berbeda dengan apa yang terjadi, Aeri kira Min Seok salah menekan not, tapi pada kenyataannya Min Seok jatuh, hidupnya sudah berakhir, nada-nada terakhirnya telah Min Seok berikan untuk Aeri, waktu Min Seok telah berakhir diambil oleh pernyakitnya, ia meninggalkan pertanyaan yang akan muncul dibenak Aeri suatu saat nanti ketika Aeri menyadarinya.

Semua itu kembali disaksikan oleh seorang guru piano, perjalanan cinta mereka selama ini selalu terlihat dimatanya, ia tahu perjalanan mereka sangat sulit, jadi ia membantunya, meneruskan nada-nada yang belum Min Seok tuntaskan. Tapi sebelum itu Min Seok dibawa oleh penjaga gerbang yang dipanggil oleh guru tersebut untuk mengantarkan Min Seok pulang.

Senyum Aeri kembali merekah, ketika nada itu kembali mengalun, ia memejamkan matanya kembali menikmati setiap nada itu, hatinya sedikit tergoyah saat menyadari nada itu berbeda, tak sama seperti saat ia mendengarkannya untuk pertama kali, tapi ia tetap menikmati semua itu dalam senyuman indahnya.


-END-


Tinggalah didalam memori saat itu,
Memori yang tersisa diujung tanganmu yang hangat.

Kita terjebak saat mencobanya,
Aku bersamamu dalam perjalanan itu,
Kau selalu mencoba tersenyum dan berkata.
Walau kau tak tergapai pandanganku, Aku tahu itu sulit.

Waktu berjalan di sepanjang jalannya,
membuatnya mengalir, walau banyak bebatuan.
Mengukir setiap kenangan yang terasa menusuk bila kembali diputar.

Aku rindu saat kita saling menatap, walau tak pernah.
Aku rindu saat kedua telapak tangan itu saling menjaga. 
Aku juga rindu saat nada-nada yang kita ciptakan selalu mengalun.
Bisakah kau tetap disini? Mengulang semua memori kita yang tersisa?


-GONE-


Annida Fitriani

0 komentar:

Posting Komentar